Adik kecil dengan sepucuk surat




Ini ku tulis untuk mengingatkan ku pada  Janji yang kubuat sendiri. Di dalam bus merah ku tumpangi. Rencananya aku balik ke pati untuk menghafiri acara sedekah bumi yg diadakan kamis besok.

Awal masuk bus, aku disambut oleh suasana yg biasa. Bau keringat, hawa panas campur aduk di siini. Namun ada yg berbeda kala itu, aku di kasih sepucuk surat oleh seorang anak kecil. Kira-kira seumuran adik ku 9 sampai 10 tahunan. Aku hanya sekilas membaca surat itu, namun aku fokus ke satu kata "sekolah".

Walaupun hanya kata itu tapi menurutku tersirat banyak makna disana. Tak lama aku baca sepucuk surat itu adik kecil itupun mulai bernyayi dengen kencrengan yg suara nya tak familiar di telingaku. Alat musik yg akupun bingung memainkannya. Karna memanng dari kecil aku tak tau mengikuti irama, kalaupun bernyayi suara maupun alat musik yg kumainkan terdengar faless. Emang diriku gk di lahirkan untuk bernyanyi yaa.

Adik itupun bernyayi dengan lagu yang tak asing bagiku.. yaitu tentang ayahh. Aku jafi teringat anak sekecil dia sudah berkerja demi mendapatkan uluran uang receh dari kami para penumpang. Terlihat di raut wajahnya ketika mengambil sepucuk surat yg diberikannya tadi berharap ada uang yg diselipkan nya disana. Wajah polos yg seharusnya anak-anak seumurannya bermain dengan teman-teman, mengahabiskan waktu di sekolah, mendapatkan kasih sayang orang tua. Namun harus berkerja. Inikah keadilan sosial yg di cita citakan bangsa. Anak anak ingin sekolah. Malah di minta berkerja.

Tak tau tiba-tiba ketika memikirkan hal tersebut menitik sudah air mata ini. Tak kuasa membendung air mata. Aku takut adik ku diposisi adik kecil tadi. Tak merakanan masa kecilnya. Tak merakan asiknya sekolah.

Ini impian ku aku ingin membantu mereka. Aku ingin lihat senyum bahagia mereka. Di mulai dari aku dan kalian mari merdekakan pendidik di indonesia. Aku berharap menteri pendidikan Pak Nadim Makarim tak hanya mengubah regulasinya saja. Bukan hanya kulit saja yg dirubah. Namun benar banar membawa perubahan..

(Memory of 25 December 2019)

Komentar